Rabu, 06 Juni 2012

PERANG SALIB


PERANG SALIB

Ø Permasalahan
a)      Apa penyebab terjadinya perang salib ?
b)      Bagaimana kronologi terjadinya perang salib ?
c)      Apa kondisi yang terjadi pasca perang salib ?

Ø Pembahasan

A.    Penyebab Langsung
Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut.[11][12] Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095[13], para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.

1.      Perang Salib I

Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Norman[14], berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M[15] dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya adalah Raymond.
Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.

2.      Perang Salib II

Kejatuhan County Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua.[16][17] Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zengi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah berhasil mencegah pasukan salib untuk menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin berhasil mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem melalui taktik penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota besar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari Montferrat berhasil sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin kemudian mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.

3.      Perang Salib III

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III.[18] Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M dengan dua jalur berbeda. Pasukan Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa - saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa - melalui jalur darat, melewati Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Philip kemudian balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" masalah kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard tidak mampu memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara Tentara Salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu

4.      Perang Salib IV

Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.
5.      Perang Salib V
Belum genap mencapai tiga tahun, Kaisar Innocent III menyatakan secara tegas berkobarnya perang salib ke lima setelah berhasil rnenyusun kekuatan miliier. Jenderal Richard di lnggris menolak keras untuk bergabung dalam pasukan salib ini, sedang mayoritas penguasa Eropa lainnya menyarnbut gembira seruan perang tersebut. Pada kesempatan ini pasukan salib yang bergerak menuju Syria tiba-tiba mereka membelokkan geiakannya menuju Konstantinopel. Begitu tiba di kota ini, mereka membantai ribuan bangsa romawi baik laki-laki maupun perempuan secara bengis dan kejam. pembantai ini berlangsung dalam beberapa hari. Jadi pasukan muslim sama sekali tidak mengalami kerugian karena tidak terlibat dalam peristiwa ini.
6.      Perang Salib VI
Pada tahun 613 H/1216M, Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam. 250.000 pasukan salib, mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit di wilayah pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka kemudian bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000 pasukan yang tahan dari serangkaian wabah penyakit. Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan yang berasal dari perancis yang bergerak menuju Kairo. Narnun akibat serangan pasukan muslim yang terus-menerus, mereka men jadi terdesak dan terpaksa rnenempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai kesepakatan damai dengan syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat
               
7.      Perang Salib VII (1249)
Inisiatif untuk Perang Salib ini diambil oleh Raja Louis IX dari Prancis. sekali lagi, strateginya adalah untuk menyerang Mesir dan dijadikan tawaran untuk Palestina. Prajurit Salib dengan cepat mampu mengambil alih Damietta tapi harus membayar mahal ketika mengambil alih Kairo.
Serangan balasan Muslim berhasil menangkap Louis IX. Dia kemudian dibebaskan setelah setuju untuk mengembalikan Damietta dan membayar uang tebusan. Setelah itu Louis IX tetap di Timur beberapa tahun untuk bernegosiasi mengenai pelepasan tawanan dan mengkokohkan kekristenan di wilayah tersebut.
8.      Perang Salib VIII (1270)
Perang Salib terakhir juga dipimpin oleh Louis IX. Di tahun-tahun kemudian, perubahan di dunia Muslim mengakibatkan munculnya sejumlah serangan baru ke wilayah Kristen di Tanah Kudus. Warga lokal meminta bantuan militer pada Barat, tapi cuma sedikit bangsa Eropa yang tertarik untuk melakukan kampanye besar. Satu orang yang sekali lagi mau memanggul beban adalah Louis IX. Namun kampanye yang dia lakukan kali ini mencapai kurang dari apa yang dicapai sebelumnya bagi Kerajaan Yerusalem.
Tidak diketahui mengapa, tapi Tunisia di Afrika Utara dijadikan sasaran awal. Setelah disana, wabah peyakit mengambil nyawa banyak orang, termasuk Louis serta saudaranya, Charles Anjou, tiba dengan kapal-kapal Sisilia dan berhasil mengungsikan sisa tentara.

Meskipun ini adalah Perang Salib terakhir, ini bukanlah ekspidisi militer terakhir yang bisa disebut sebagai Perang Salib. Kampanya terus diserukan atas berbagai sasaran (bukan hanya Muslim) oleh Prajurit Salib-orang yang berkaul untuk melakukan perang.

Umat Kristen di Palestina ditinggalkan tanpa bantuan lebih lanjut. Meskipun mengalami kekalahan terus menerus, Kerajaan Yerusalem tetap bertahan sampai 1291, ketika akhirnya musnah. Umat Kristen masih tetap hidup di daerah tersebut bahkan setelah kejatuhan Kerajaan Yerusalem

B.     Kondisi Sesudah Perang Salib

Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Akka jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah penghancuran bangsa Ositania (Perancis Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.
Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Ksatria Hospitaller. Sesudah kejatuhan Akka yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.

Ø Kesimpulan
Yerusalem bagi bayak ahli sejarah dilihat sebagai faktor yang cukup dominan dalam penggagasan perang salib, namun kelihatanya cukup sepele dan sederhana kalau upaya pengamanan peziarah yang dikedepankan dalam menggagas perang salib tersebut terutama jika dibandingkan dengan pengorbanan daya dan dana yang dibutuhkan untuk ekspedisi militer pada waktu itu. Saya lebih melihat bahwa isu Yerusalem dijadikan pemicu semangat para tentara salib sementara faktor penentu dalam hal ini adalah murni politik yakni upaya pembentengan diri dari ancaman yang sudah semakin mendekati jantung kekuasaan Eropa disatu sisi dan disisi lain adalah interes internal politik gereja (katolik) untuk menyatukan negara-negara kristen katolik yang pada saat itu tengah berperang. Sehingga perang salib digunakan sebagai alat untuk menyatukan gereja kristen barat (Roma) dan timur (konstantinopel).
Isu agama yang kedua namun sentral adalah simbol salib. Salib dijadikan simbol utama yang mewarnai seluruh ekspedisi militer berdarah tersebut tidak lain untuk membangkitkan semangat tentara salib untuk menjalankan tugas yang hampir tidak masuk akal tersebut jika melihat kondisi infrastruktur dan jarak antara Eropa dan timur tengah dewasa itu demikian halnya jika memperhatikan kekuatan Islam pada waktu itu. Untuk membangkitkan semangat para tentara salib supaya banyak orang Kristen bersedia ikut dalam barisan militer salib, maka Paus mengeluarkan surat penghapusan dosa bagi para tentara yang ikut berperang dengan menjanjikan keselamatan bagi mereka jika mereka mati syahid dalam pertempuran salib.
                                                                                       
Salib yang dalam pemahaman iman Kristen adalah  simbol perdamaian, dimana melalui Salib Yesus Kristus telah mengorbankan diriNya untuk perdamaian dunia, Salib juga merupakan simbol kehidupan, dimana Yesus Kristus telah mati di Kayu Salib agar supaya manusia dapat memiliki hidup yang berharkat dan bermartabat. Simbol ini telah disalahgunakan bahkan dihianati oleh para pemimpin gereja Katolik . Salib telah dibalikkan menjadi simbol peperangan, penindasan manusia, kematian bahkan penghancuran kehidupan yang dibela oleh Kristus sendiri. Tidak dapat disangkal bahwa warna kelam dari peristiwa tragedi kemanusiaan yang berkepanjangan ini telah memberi kontribusi yang cukup dominan dalam kelanjutan hubungan dan perjumpaan pengikut kedua agama besar ini di dunia
Ø Daftar Pustaka
http://Perang%20Salib/Perang%20Salib%20%20Tinjauan%20Historis%20dari%20Prespektif%20Kristen.htm
http://Perang Salib/PERANG SALIB « Filsafat Berfikir.htm

1 komentar: